Menghadapi Globalisasi, Struktur Politik Ekonomi RI Harus Diperkuat Sikap negara-negara berkembang, termasuk Penolakan itu bukan cuma dilakukan Entah atas alasan apa, negara-negara berkembang berubah sikap dalam pertemuan Pengaitan masalah-masalah yang sesungguhnya tidak termasuk dalam lingkup perdagangan (non-trade related issues) tersebut sebagai subyek perjanjian dalam WTO, secara otomatis berarti pula semakin luasnya pengaruh kesepakatan WTO bagi masyarakat negara-negara anggota, termasuk masyarakat Sayangnya, pilihan kedualah yang kemudian menjadi realita. Bonny Setiawan, Sekretaris Nasional KOP-WTO (Koalisi Ornop Pemantau WTO) mengatakan implikasi putaran perundingan WTO sebagaimana disepakati dalam KTM Doha - baik masalah perdagangan mau pun masalah-masalah terkait (non-trade related issues), cenderung lebih menguntungkan negara maju, dan kurang memperhatikan kepentingan negara berkembang, termasuk Indonesia. Kesepakatan mengenai lingkungan hidup, misalnya, mengharuskan negara-negara berkembang mengikuti standar lingkungan tertentu agar bisa mengekspor produknya. Hal itu telah terjadi pada plywood dan log Menyempitnya akses pasar kayu Demikian pula perundingan mengenai transparansi belanja pemerintah, yang masih akan dibicarakan lagi dalam KTM WTO ke-5 tahun 2003 mendatang. Jika hal tersebut disepakati untuk ditetapkan dalam bentuk perjanjian, pemerintah akan diwajibkan "membuka" APBN Indonesia dalam pertemuan WTO. Lemah Ketidaksiapan Demikian Hira Djamtani dari Institute for Global Justice, dalam lokakarya "Liberalisasi Perdagangan Lanjutan dalam Kerangka Multilateral : Kesiapan Pemerintah dan Pengusaha Pasca KTM IV WTO Doha" yang diselenggarakan di Hira bahkan menuduh negara-negara maju telah menggunakan "cara-cara teroris secara terselubung", untuk meluluskan kepentingan ekonominya, misalnya dengan mengancam tidak akan memberikan bantuan lagi bagi negara berkembang, jika negara itu bersedia menerima usul yang dikemukakannya. Sedangkan Alfons Samosir, Wakil Direktur Ketahanan Perdagangan Internasional - WTO Depperindag, pada saat ditanya mengapa negara-negara berkembang menunjukkan perubahan sikap, hanya mengatakan, "Ya.., biasalah. Negosiasi." Lemahnya posisi tawar pula yang menyebabkan negara berkembang tidak bisa berbuat banyak untuk menuntut mekanisme pengambilan keputusan yang lebih demokratis dalam WTO, misalnya dengan menuntut penghapusan pola perundingan "ruang hijau" (perundingan informal yang tidak dapat dihadiri oleh semua anggota tetapi menghasilkan keputusan yang harus dipatuhi oleh semua anggota). Tidak demokratisnya proses pengambilan keputusan di WTO itu juga disinggung oleh Hira Djamtani dalam loka karya tersebut. Menurutnya, WTO sebenarnya merupakan wadah "perjuangan" ekonomi" yang lebih baik dari pada forum uniletaral dan multilateral, karena didasarkan pada peraturan (rule-based). Karena itu, hal yang perlu dilakukan Masalah Internal Djimanto, wakil Kadin dalam loka karya "Liberalisasi Perdagangan Lanjutan dalam Kerangka Multilateral : Kesiapan Pemerintah dan Pengusaha Pasca KTM IV WTO Doha" mengemukakan pandangan praktisi dunia usaha Pandangan serupa dikemukakan oleh Stephen D. Mink, Koordinator Sektor Pembangunan Pedesaan (Sector Coordinator of Rural Development) kepada SH di sela-sela loka karya tersebut. Menurutnya, Indonesia bisa memanfaatkan peluang yang disediakan perdagangan bebas bagi peningkatan kemakmuran, jika dalam waktu yang masih tersedia sebelum kesepakatan WTO dijalankan sepenuhnya, Indonesia benar-benar bersedia mempersiapkan diri dan membenahi masalah-masalah internal yang selama ini telah menghancurkan ekonomi Indonesia, seperti korupsi. Tampaknya, jika |
|
|
Selasa, 13 Mei 2008
menghadapi globalisasi
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar